Wheel of Life

Hari ini aku melewati quiz anatomy & physiology.

Dalam mengerjakan soalnya, aku salah antara 15 - 20 soal dari 50 soal. Sementara aku berpikir, "Itu karena aku kurang belajar." Kemudian aku berpikir. Mereka yang biasanya mendapat nilai yang bagus. Mereka yang jauh superior di atasku. Beban yang mereka pikul sangat berat. Beban psikologis. Beban emosional. Pikiran-pikiran yang mengganggu, "Mau ke mana kamu jika nilaimu jatuh? Di mana akan kamu sembunyikan mukamu?"

Aku memang bukan tipe orang yang terlalu peduli akan nilai. Terus terang, aku termasuk orang yang puas dengan hasil yang termasuk pas-pasan. Aku tahu bahwa itu tidak baik untukku. Namun, dari sini, aku melihat sisi lain dari sebuah perjuangan... bagaimana seseorang (katakanlah, orang itu adalah kamu) harus menyokong nilainya yang sudah bagus itu? Kamu harus berjuang dengan segenap tenaga, bukan? Sebab, dengan nilai yang bagus itu, kemungkinan untuk menjadi lebih baik jauh lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan untuk tergusur ke tempat yang menurutmu lebih tidak layak, atau dengan sangat kasar kita bisa mengatakan bahwa "orang-orang yang nilainya bagus tidak bisa ke mana-mana lagi selain turun". Dan itulah akibatnya jika mereka tidak berjuang untuk mempertahankan nilainya.

Namun, seperti seorang teman katakan kepadaku, sebagaimana roda terus berputar, kehidupan pun berputar. Ada kalanya kita menikmati angin segar di atas roda, ada kalanya kita terhimpit di bawah roda. Hidup adalah kumpulan dari berbagai macam siklus. Dengan merasakan bagaimana sakitnya terhimpit roda tersebut, kita berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Sebagaimana pensil harus selalu diraut agar tetap runcing dan besi harus ditempa agar keras, sesekali manusia pun harus dipaparkan kepada pengalaman pahit untuk mencapai pengalaman baik. "No pain, no gain," ujar sebuah pepatah. Positif dan negatif yang bagaikan antimateri satu sama lain itu sangat penting; sebagai contoh, jika tidak ada "kesalahan", maka kita tidak akan pernah mengetahui "kebenaran".